Wednesday 13 May 2009

"Email buat Arya"

Hai Arya....
Kamu pasti masih di kantor kan? Dan kamu pasti masih mengerjakan desain iklan yang dipesan pak Hendra kemarin. Maaf ya aku tidak bisa membantumu. Kamu tahu kan? Mulai hari ini aku cuti, karena seminggu lagi aku akan menikah.
Aku masih tidak percaya, akhirnya aku menikah juga...hahaha. Konyol ya?

Arya...sebenarya ada yang ingin aku ceritakan padamu sebelum aku menikah. Sebuah rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat. Aku ingin menceritakan tentang seseorang...

Hari itu...empat tahun yang lalu, aku mengikuti sebuah tes wawancara di sebuah perusahaan iklan terkenal di Jakarta. Aku lihat pria itu, dengan gaya cuek tapi terlihat cerdas. Badannya tinggi, kulitnya bersih, kacamata bertengger manis di hidungnya yang mancung. Mungkin waktu itu dia melihat wajahku yang sepucat salju (yah begitulah jika aku gugup) dia mendekatiku dan berkata : "mo wawancara?" Aku mengangguk. Dia tersenyum dan kemudian mengeluarkan permen karet dari sakunya dan menyodorkan padaku “Nih, makan ini. Kata orang mengunyah permen karet bisa sedikit membuat rileks…”. Kemudian dia berlalu begitu saja.

Akupun diterima di perusahaan itu. Dan yang membuatku senang aku ternyata satu divisi dengan pria itu. Berdekatan pula duduknya denganku. Kami hanya dibatasi dinding kubikel. Sikapnya yang hangat membuat aku yang kaku dengan mudah akrab dengannya. Mulanya aku geer. Tapi melihat sikapnya kepada yang lain, aku jadi paham, dia tidak sedang sengaja memberi aku perhatian lebih. Kami pun selalu bersama-sama. Kami team work yang kompak. Banyak yang bilang kami pasangan serasi. Tapi entah kenapa aku meragukan itu.

Aku gadis biasa, sederhana, fans-fansku pun sama. Orang biasa, sederhana. Ada Faiz yang berkacamata tebal dan agak culun, ada Agung yang pemalu dan agak kuper, ada Firmansyah yang sangat sederhana, tapi bukan itu alasanku menolak mereka tetapi sepertinya hatiku telah terpaut pada pria itu.

Sedangkan pria itu? Lihatlah fans-fansnya, ada maya sekretaris Pak Bambang, ada yuri seorang klien kita, ada Fiona anak baru di kantor, dan lainnya. Mereka semua secara fisik adalah wanita-wanita yang cowok akan susah menolaknya. Tapi aku tidak pernah melihat pria itu bergeming. Eh, pernah sih sekali dua kali sepertinya dia juga tertarik, tapi dia tidak pernah mendekati mereka secara nyata.

Ada yang bilang padaku, sebenarnya pria itu mencintaiku. Tapi mana buktinya? Dia tidak pernah mengatakannya padaku. Sikapnya? Aku sudah terlalu sering bersamanya. Sehingga sulit buatku untuk Ge-er. Aku menunggu dalam diam. Sementara kebersamaan kami tetap sama.

Hingga kemudian sebulan yang lalu, gossip menyebar di kantor. Aku akan menikah, dan pria itu bertanya padaku : “Gosip itu benar?” Aku hanya tersenyum menanggapinya. “Sari, gosip itu benar…?”
“Memangnya kenapa kalau itu benar?”

Pria itu diam. Aku merasakan sesuatu di tatapan matanya. Saat itu aku berharap dia akan mengeluarkan kata-kata yang akan menahanku. Tapi tidak. Dia hanya diam. Ah, mungkin dia memang tidak pernah mencintaiku, seperti seorang pria kepada seorang wanita.
Arya…kamu tahu kan pria itu siapa? Aku mencintainya Arya. Sangat mencintainya. Aku berharap dialah yang ada di sampingku di pelaminan nanti. Tapi aku lelah Arya. Aku lelah menunggu. Menunggu sesuatu yang hanya bayanganku.

Udah dulu ya Arya…terima kasih sudah mau mendengar curhatku…

Jangan lupa makan malam, kamu suka sekali lupa makan kalau sudah bekerja.

Salam manis,

Sari


Arya berusaha menahan luapan perasaannya saat membaca email itu. Hatinya serasa teriris-iris. Dibukanya laci meja dan dikeluarkannya sebuah kotak perhiasan. Dibukanya kotak itu. Sebuah cincin. Diambilnya cincin itu, sebuah nama terukir di baliknya : Arya.
Sari maafkan aku, aku telah menyiksamu dengan penantian. Padahal semestinya aku memberikan cincin ini dari dulu padamu, bukannya malah terus berkutat dengan ketakutan akan sebuah penolakan. Kau begitu berharga buatku Sari. Dan aku tidak ingin kehilangan dirimu…tapi sekarang aku telah kehilanganmu…

No comments: